KemenPPPA : Penerapan Prinsip Ramah Anak Meningkatkan Profit Perusahaan
Hampir sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak, yang merupakan bagian penting dalam berbagai aspek meningkatkan profit dunia perusahaan. Anak-anak tidak hanya sebagai konsumen, anggota keluarga dari karyawan, dan pekerja masa depan, tetapi juga sebagai warga di lingkungan tempat bisnis beroperasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan untuk menerapkan prinsip Perusahaan Layak Anak (PLA) untuk memastikan dampak positif pada kehidupan anak-anak.
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, menjelaskan bahwa banyak kajian menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan PLA dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dari penjualan produk dan jasa mereka.
“Perusahaan yang mengklaim sebagai perusahaan ramah anak (PLA) cenderung bisa menjual produk dengan harga lebih tinggi dan dalam jumlah yang lebih banyak. Konsumen cenderung memilih produk yang aman untuk anak, seperti tempat tidur yang tidak berbahaya secara komponen, konstruksi, dan cat. Selain itu, jika perusahaan memiliki ekosistem yang ramah anak, keuntungan bisa meningkat,” ujar Pribudiarta dalam wawancara dengan Media Indonesia di Gedung PPPA pada Senin, 29 Juli 2024.
Meskipun demikian, Pribudiarta mengakui bahwa sosialisasi dan penerapan prinsip PLA masih terbatas pada perusahaan multinasional dan nasional. Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen untuk mendorong perusahaan-perusahaan lokal, yang mendominasi sektor swasta di Indonesia, untuk mengadopsi prinsip ini.
“Tantangan utama adalah pemahaman. Kami akan terus mendorong agar semua perusahaan memahami dan menerapkan 10 praktik bisnis ramah anak. Ini termasuk produk dan bahan yang aman untuk anak, serta SDM, lingkungan, dan budaya perusahaan yang sesuai,” jelasnya.
Pribudiarta juga menekankan pentingnya kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta dalam mewujudkan Indonesia Layak Anak pada tahun 2045. Menurutnya, melindungi dan mensejahterakan anak adalah tanggung jawab bersama yang melibatkan seluruh komponen bangsa, termasuk dunia usaha.
“Pemerintah tidak bisa melakukannya sendiri. Isu anak berkaitan erat dengan pendidikan, kesehatan, dan sosial, yang memerlukan kolaborasi. Beberapa kota telah menerapkan konsep kota layak anak di tingkat RT/RW, dan banyak perusahaan sudah memastikan perlindungan anak dalam kegiatan mereka,” tambahnya.
Di sisi lain, Mira Sonia dari Komite Regulasi Ketenagakerjaan Apindo menyoroti peran dunia usaha dalam mewujudkan Indonesia Layak Anak sesuai dengan pasal 72 UU Perlindungan Anak. Dia menjelaskan bahwa implementasi PLA harus dilakukan secara komprehensif, meliputi seluruh proses produksi mulai dari penyediaan bahan baku, kualitas SDM, hasil produk, distribusi, hingga infrastruktur dan CSR.
“UU Perlindungan Anak mengamanatkan tanggung jawab dunia usaha untuk memiliki perspektif anak, memproduksi barang yang ramah anak, dan melakukan CSR yang mendukung anak. Hak anak adalah tanggung jawab bersama yang tidak bisa ditangani sendirian,” ujarnya.