Pemerintah Kehilangan Rp 76,4 Triliun Akibat Ketergantungan pada Komoditas
Pemerintah Indonesia menghadapi kerugian signifikan akibat penurunan harga komoditas utama. Penerimaan pajak selama setahun terakhir menyusut sebesar Rp 76,4 triliun, dari Rp 970,2 triliun pada Semester I-2023 menjadi hanya Rp 893,8 triliun pada Semester I-2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan ini terkait erat dengan harga komoditas dan meningkatnya restitusi pajak.
Dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Sri Mulyani menjelaskan, “Tekanan pada penerimaan pajak bisa diidentifikasi berkaitan dengan harga komoditas dan restitusi.”
Penurunan penerimaan pajak sangat terasa di sektor-sektor utama. Industri pengolahan, yang menyumbang 25,23% dari total penerimaan pajak, mencatat penurunan 15,4% dalam setoran pajaknya, yang turun menjadi Rp 214,86 triliun. Pada Semester I-2023, sektor ini masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 8%. Penurunan ini dipengaruhi oleh peningkatan restitusi dan penurunan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) di subsektor komoditas seperti sawit, logam, dan pupuk.
Sektor perdagangan juga mengalami penurunan, dengan setoran pajak sebesar Rp 211,09 triliun, turun 0,8% dari tahun lalu. Padahal, sektor ini sebelumnya tumbuh 7,3%. Sementara itu, sektor pertambangan menyumbang hanya Rp 48,75 triliun atau turun 58,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, meskipun sebelumnya tumbuh 51,7%.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa harga-harga komoditas utama seperti batu bara, tembaga, dan sawit mengalami penurunan signifikan. Batu bara turun 53,92%, tembaga 4,23%, dan sawit 8,8%. Penurunan harga ini berimbas pada kenaikan restitusi di berbagai sektor, termasuk sawit, logam, dan batu bara.
“Saat ini perusahaan-perusahaan masih menguntungkan, tetapi profitabilitasnya menurun karena harga komoditas mengalami koreksi mendalam,” ujar Sri Mulyani.
Pajak penghasilan badan (PPh Badan) mengalami penurunan paling tajam, mencapai minus 34,5% dengan nilai Rp 172,66 triliun, padahal kontribusinya terhadap total penerimaan pajak mencapai 19,32%. Penurunan ini mencerminkan penurunan tajam dalam penerimaan dari komoditas dasar.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan kekhawatirannya terhadap penurunan penerimaan negara akibat harga komoditas dan menekankan perlunya digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi. “Kita harus mengurangi ketergantungan pada harga komoditas,” kata Luhut melalui akun Instagramnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah sedang mempercepat proses digitalisasi sektor komoditas di Indonesia. Contoh sistem yang sudah ada adalah Sistem Informasi Pengelolaan Batu Bara (Simbara), yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan data terkait mineral. Luhut mengungkapkan bahwa sistem serupa akan diterapkan pada komoditas berbasis kelapa sawit untuk meningkatkan penerimaan negara.
Luhut juga menyoroti bahwa banyak perusahaan sawit belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang penting untuk pengaturan perpajakan. “Ada banyak potensi penerimaan negara yang belum maksimal. Misalnya, banyak perusahaan sawit yang belum memiliki NPWP, sehingga pajak penghasilan tidak ditagih,” tambahnya.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat memperbaiki situasi dan meningkatkan penerimaan pajak di masa depan.