Penipuan Lowongan Kerja Semakin Marak, Waspadai Tanda-Tandanya!
Penipuan terkait lowongan kerja semakin marak, dengan penjahat siber kini memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menipu pencari kerja dan mencuri uang serta informasi pribadi mereka. Berdasarkan laporan dari Identity Theft Resource Center (ITRC), jumlah kasus penipuan lowongan kerja melonjak sebesar 118% pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya.
Para pelaku penipuan seringkali menyamar sebagai perekrut profesional dan memasang iklan pekerjaan palsu untuk menarik pelamar. Selama proses wawancara yang tampaknya sah, mereka mencuri informasi berharga dari calon korban. Iklan palsu ini sering dipasang di situs web terkenal seperti LinkedIn dan platform pencarian kerja lainnya, sehingga sulit bagi pelamar untuk membedakan antara tawaran kerja yang asli dan yang palsu.
Salah satu bahaya utama dari modus penipuan ini adalah kebocoran informasi sensitif, seperti rincian rekening bank atau nomor Jaminan Sosial, yang kemudian dapat disalahgunakan untuk pencurian identitas. Menurut Komisi Perdagangan Federal (FTC), pada tahun 2022, konsumen melaporkan total kerugian hingga US$367 juta (sekitar Rp 5,9 triliun) akibat penipuan peluang bisnis dan pekerjaan, naik 76% dibandingkan tahun sebelumnya.
FTC juga mencatat bahwa dalam kasus-kasus penipuan ini, korban sering kehilangan jumlah yang cukup besar, dengan rata-rata kerugian mencapai US$2.000 per kasus. Meskipun penipuan pekerjaan bukanlah jenis penipuan yang paling umum, hanya mencakup 9% dari total penipuan identitas pada tahun 2023, penipuan ini tetap menjadi ancaman yang signifikan. Penipuan Google Voice merupakan jenis penipuan paling umum, menyumbang 60% dari total penipuan identitas.
Eva Velasquez, Presiden dan CEO ITRC, mengakui bahwa penipuan pekerjaan merupakan ancaman yang berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan dalam cara kerja. “Penipuan pekerjaan sudah ada sejak lapangan pekerjaan pertama kali muncul. Namun, penipuan ini terus berkembang karena sejumlah faktor eksternal,” ujar Velasquez.
Salah satu faktor utama dalam peningkatan penipuan lowongan kerja adalah kemajuan teknologi AI. AI memungkinkan penipu untuk membuat iklan pekerjaan dan pesan perekrutan yang sangat mirip dengan yang asli, sehingga sulit untuk dibedakan. “AI membantu menyempurnakan ‘promosi’ agar lebih meyakinkan serta mengimbangi perbedaan budaya dan tata bahasa dalam penggunaan bahasa,” tambah laporan ITRC.
Selain itu, meningkatnya jumlah pekerjaan jarak jauh selama pandemi COVID-19 juga berkontribusi pada pertumbuhan penipuan lowongan kerja. Pekerja dan pencari kerja menjadi lebih nyaman dengan proses perekrutan online, yang sering kali dilakukan tanpa tatap muka langsung. Interaksi dengan perekrut hanya melalui pesan teks atau aplikasi pesan seperti WhatsApp sering kali merupakan indikasi adanya penipuan.
Para pelamar, terutama lulusan perguruan tinggi baru, imigran, atau mereka yang baru memasuki dunia kerja di Amerika Serikat, mungkin menganggap perekrutan online sebagai hal yang normal, terutama untuk pekerjaan jarak jauh. Namun, Velasquez menekankan bahwa perekrutan pada umumnya tidak berlangsung seperti itu.
Penipu sering kali meminta pembayaran selama proses perekrutan, seperti untuk peralatan kerja atau pelatihan. Mereka menjanjikan penggantian biaya setelah korban diterima, namun kenyataannya itu hanyalah modus penipuan.
Untuk melindungi diri dari penipuan ini, penting bagi pencari kerja untuk selalu berhati-hati dan memverifikasi keaslian tawaran pekerjaan serta perekrut sebelum memberikan informasi pribadi atau melakukan pembayaran.
Thus the pH of the CSF returns towards pH 7 rx cytotec