Syahrul Yasin Limpo (SYL) Dihukum 10 Tahun Penjara dan Denda Rp 300 Juta
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menjatuhkan vonis kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta terkait tindak pidana pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Dalam sidang yang berlangsung pada Kamis (11/7/2024), Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh menyatakan bahwa SYL terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dengan dakwaan alternatif pertama. “Kami menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 300 juta kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo. Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan,” ujar Hakim Pontoh.
Hakim juga memutuskan agar SYL membayar uang pengganti sebesar Rp 14.147.144.786 ditambah 30 ribu dolar AS dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak membayar, harta benda SYL akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila terpidana tidak memiliki harta benda yang mencukupi, maka akan dikenakan pidana penjara selama dua tahun tambahan. Selain itu, masa penangkapan dan masa penahanan SYL akan dikurangi dari pidana yang dijatuhkan, dan SYL tetap akan ditahan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut SYL dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa berpendapat bahwa SYL telah terbukti melakukan tindak pidana pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian, melanggar Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jaksa KPK Meyer Simanjuntak menyebutkan bahwa SYL, bersama dengan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan nonaktif Muhammad Hatta dan Sekretaris Jenderal Kementan nonaktif Kasdi Subagyono, diduga telah melakukan pemerasan hingga mencapai Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu. SYL juga diduga menggunakan uang hasil pemerasan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya serta untuk partai politik, termasuk melakukan perjalanan luar negeri dengan menggunakan travel Suita dan Maktour.
Selama persidangan, SYL membantah keterangan saksi-saksi dan tetap menyatakan ketidakbersalahannya.