Tanpa Ekonomi Hijau, Indonesia Berisiko Jadi Tumpukan Sampah dan Kuburan Satwa

Febi Nugraha
Febi Nugraha - content writter
2 Min Read

Tanpa Ekonomi Hijau, Indonesia Berisiko Jadi Tumpukan Sampah dan Kuburan Satwa

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menegaskan pentingnya upaya mendorong ekonomi ramah lingkungan atau ekonomi hijau di indonesia sebagai langkah yang tak terhindarkan. Jika Indonesia gagal mencapai target ini pada 2045—tahun yang ditetapkan sebagai target untuk menjadi negara maju—negara ini akan menghadapi dampak serius, termasuk penumpukan sampah yang menggunung dan punahnya tumbuhan serta satwa langka.

Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menjelaskan bahwa saat ini Indonesia, seperti negara lain, sedang menghadapi apa yang disebut sebagai triple planetary crisis. Krisis planet ini mencakup perubahan iklim, polusi dan kerusakan lingkungan, serta hilangnya keanekaragaman hayati.

“Dampak perubahan iklim di Indonesia berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan,” ungkap Suharso dalam acara Green Economy Expo di Jakarta Convention Center, yang dikutip pada Kamis (4/7/2024).

Suharso melanjutkan bahwa kerugian ekonomi akibat perubahan iklim diperkirakan mencapai Rp 544 triliun dalam periode 2020-2024. Perubahan iklim juga mengancam sebagian wilayah daratan di Indonesia yang dapat tenggelam akibat naiknya permukaan laut.

Bappenas juga mencatat bahwa kerusakan lingkungan akibat sampah semakin memburuk. Diperkirakan produksi sampah domestik akan mencapai 82,2 juta ton per tahun pada 2045. Jika kondisi ini terus berlanjut, pengelolaan sampah akan memasuki kondisi darurat hingga tahun 2045. “Pada 2028, semua tempat pemrosesan akhir sampah akan penuh jika tidak ada langkah perbaikan,” kata Suharso.

Selain itu, Bappenas memperkirakan bahwa deforestasi akan mencapai luas 2,47 juta hektar pada tahun 2045. Deforestasi ini berpotensi meningkatkan ancaman kepunahan tumbuhan dan satwa liar serta kehilangan manfaat ekosistem yang esensial.

Saat ini, sebanyak 1.074 tumbuhan, 1.274 satwa liar, dan 2 spesies fungi di Indonesia terdaftar dalam kategori terancam. “Ancaman terhadap keanekaragaman hayati akan terus berlanjut akibat ketidakseimbangan ekosistem,” tambah Suharso.

Untuk menghadapi triple planetary crisis ini, Suharso menegaskan bahwa Indonesia perlu melakukan transformasi, termasuk dalam bidang ekonomi. “Transformasi ini, termasuk strategi-strategi yang telah disusun dalam Rencana Jangka Panjang Nasional 2025-2045, sangat penting untuk mengatasi krisis yang sedang kita hadapi,” tutupnya.

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *