Indonesia Longgarkan Aturan Aborsi Untuk Korban KS. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 telah membawa angin segar dalam perdebatan panjang mengenai legalitas aborsi di Indonesia. Meskipun secara umum praktik aborsi masih dilarang, aturan terbaru ini memberikan pengecualian dalam kondisi-kondisi tertentu yang dianggap darurat.
Kedaruratan Medis dan Kekerasan Seksual Jadi Pengecualian
Pasal 116 dalam peraturan tersebut secara tegas menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan dalam dua kondisi utama:
- Kedaruratan Medis: Prosedur ini diizinkan apabila kehamilan mengancam nyawa atau kesehatan serius baik ibu maupun janin. Selain itu, aborsi juga dapat dilakukan jika janin diketahui memiliki cacat bawaan yang tidak dapat disembuhkan.
- Korban Kekerasan Seksual: Perempuan yang menjadi korban perkosaan atau kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan juga dapat melakukan aborsi. Syaratnya, harus ada surat keterangan medis yang menyatakan usia kehamilan dan bukti laporan kepolisian mengenai tindak pidana yang dialami.
Peran Suami dan Keluarga
Peraturan ini juga mengatur mengenai peran suami dalam pengambilan keputusan untuk melakukan aborsi. Secara umum,persetujuan suami diperlukan. Namun, dalam kasus perkosaan, persetujuan suami tidak wajib. Jika korban dianggap tidak mampu mengambil keputusan sendiri, maka keluarga terdekat dapat memberikan persetujuan atas nama korban.
Nasib Anak Hasil Aborsi yang Tidak Dilakukan
Peraturan juga menegaskan bahwa jika seorang perempuan memutuskan untuk tidak melakukan aborsi meskipun memenuhi syarat, maka anak yang dilahirkan berhak atas pengasuhan dari ibu dan keluarganya.
Perubahan Signifikan, Tapi Tetap Kontroversial
Perubahan peraturan ini tentu saja menjadi langkah maju dalam upaya memberikan perlindungan bagi perempuan,terutama korban kekerasan seksual. Namun, aturan ini tetap memicu perdebatan di berbagai kalangan. Ada yang mengapresiasi adanya pengecualian, namun ada pula yang menilai bahwa aturan ini masih terlalu ketat dan tidak cukup mengakomodasi berbagai situasi kompleks yang mungkin dihadapi perempuan.
Implikasi dan Tantangan ke Depan
Penerapan peraturan baru ini tentu akan membawa sejumlah tantangan. Di antaranya adalah:
- Standarisasi Prosedur: Perlu adanya pedoman yang jelas dan seragam dalam penerapan prosedur aborsi medis,terutama terkait diagnosis kondisi kedaruratan medis dan penanganan kasus kekerasan seksual.
- Aksesibilitas: Perempuan, terutama yang tinggal di daerah terpencil, harus memiliki akses yang mudah terhadap layanan kesehatan yang memungkinkan mereka melakukan aborsi dalam kondisi yang aman.
- Stigma Sosial: Stigma negatif terhadap perempuan yang melakukan aborsi masih menjadi tantangan besar. Perlu upaya untuk mengubah persepsi masyarakat dan memberikan dukungan psikologis bagi perempuan yang telah melalui pengalaman tersebut.
Kesimpulan
Perubahan peraturan mengenai aborsi di Indonesia merupakan langkah penting dalam konteks perlindungan hak-hak reproduksi perempuan. Namun, implementasi peraturan ini perlu dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan berbagai aspek, baik dari sisi medis, hukum, maupun sosial.